Ruang Tunggu

Dari awal memang tak pernah ada niat. Membiarkan semua berlalu layaknya angin yang terus berhembus meniup dedaunan kering di ujung ranting tertinggi. Beberapa mulai berubah, atau memang semua harus beradaptasi seiring waktu yang terus saja berlari tak menghiraukan aku yang tertinggal dan terperangkap di sini. Aku sendiri tak akan pernah yakin apakah sanggup jika memang semua harus terjadi. Dan yang ku tahu ada yang terus memaksa ku untuk pergi agar tak lagi kembali.

Cobalah meminta ku untuk menunggu. Karena aku tahu pasti, ada yang percaya aku mampu untuk itu. Aku tidak akan pernah membuat perhitungan pada waktu. Maka kembali lah jika sudi dan menetaplah. Agar aku tak lagi hilang arah dalam mencari. Tapi jika ada yang memutuskan untuk pergi, aku memberi kebebasan. Tidak ada perjanjian, tidak ada paksaan. Membiarkan memilih jalannya sendiri. Tak usah menghiraukan aku yang masih di ruang tunggu ini, memandangi hari, menimbang diri untuk membuat keputusan pergi.

Maka tolong tuntut aku jika perlu. Salahkan jika memang patut. Beri tahu aku dan ingatkan aku ketika aku mulai egois. Semoga ada yang memutuskan dengan tepat di saat yang tepat, karena tidak banyak orang yang bisa melakukan. Bahkan selanjutnya hanya ada penyesalan yang memuncak. Seperti hutang yang tak bisa ditebus, seperti dendam yang tak bisa dibalas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kreatif dengan Koran Bekas

Senyum Minggu Lalu

PART 1 : FIRASAT