Sepertiga Malam
Ketika di sepertiga malam terakhir ini aku terbangun, aku tahu itu bukannya suatu ketidaksengajaan. "Tuhan sedang menagih janjimu," hanya kalimat itu yang aku percaya. Yah, satu-satunya tempat aku tak bisa berbohong dan menghindar, tempat ku untuk mempercayakan segalanya. Dan hujan pun turun, mengikuti angin, semoga membawa-Mu kemari untuk mendengarkan.
Mungkin hanya lelah.
Kalimat itu mungkin terlihat lelucon, tapi ada benarnya. Siapa yang lelah? Mungkin aku, atau kamu, atau semuanya. Ada kalanya itu membawa langit tak mampu lagi menahan hujan untuk jatuh malam ini. Sepertinya memang ada yang jahat untuk membiarkannya terlewat, tapi aku tak bisa menyalahkan siapa pun. Mungkin itu salahku, ya hanya kemungkinan.
Terkadang rindu menjadi tak terbendung. Dan cara untuk mengatasi rasa sakitnya adalah dengan menikmati setiap hal kecil yang diakibatkannya. Atau membiarkannya tetap begitu, sampai nanti. Memang mungkin aku yang terlihat salah dari awal. Kenapa aku tak bisa menerimanya, dan justru ingin menyalahkan orang lain?
Kamu, ya kamu, entah yang mana. Yang tak bisa menerima adanya jarak. Yang tak bisa menerima waktu. Yang tak bisa membiarkanku mundur pelan-pelan. Yang terkadang memaksaku untuk terus bertahan. Yang membuat air ini harus kembali jatuh karena keraguan. Yang membuatku tak tega untuk berkata terus terang. Yang selalu kesal, tapi selalu bisa memaklumi.
Aku mungkin sampai pada suatu batas di mana aku tak bisa adil lagi. Harus segera berkata aku sudah lelah, walau itu terlihat manja. Yah, mungkin memang aku yang sudah lelah. Tapi aku tahu, Kamu akan selalu mendengarkan tanpa protes. Karena aku butuh ridho-Mu untuk memperlancarkan semuanya. Di sepertiga malam ini, semoga itu terjadi
Mungkin hanya lelah.
Kalimat itu mungkin terlihat lelucon, tapi ada benarnya. Siapa yang lelah? Mungkin aku, atau kamu, atau semuanya. Ada kalanya itu membawa langit tak mampu lagi menahan hujan untuk jatuh malam ini. Sepertinya memang ada yang jahat untuk membiarkannya terlewat, tapi aku tak bisa menyalahkan siapa pun. Mungkin itu salahku, ya hanya kemungkinan.
Terkadang rindu menjadi tak terbendung. Dan cara untuk mengatasi rasa sakitnya adalah dengan menikmati setiap hal kecil yang diakibatkannya. Atau membiarkannya tetap begitu, sampai nanti. Memang mungkin aku yang terlihat salah dari awal. Kenapa aku tak bisa menerimanya, dan justru ingin menyalahkan orang lain?
Kamu, ya kamu, entah yang mana. Yang tak bisa menerima adanya jarak. Yang tak bisa menerima waktu. Yang tak bisa membiarkanku mundur pelan-pelan. Yang terkadang memaksaku untuk terus bertahan. Yang membuat air ini harus kembali jatuh karena keraguan. Yang membuatku tak tega untuk berkata terus terang. Yang selalu kesal, tapi selalu bisa memaklumi.
Aku mungkin sampai pada suatu batas di mana aku tak bisa adil lagi. Harus segera berkata aku sudah lelah, walau itu terlihat manja. Yah, mungkin memang aku yang sudah lelah. Tapi aku tahu, Kamu akan selalu mendengarkan tanpa protes. Karena aku butuh ridho-Mu untuk memperlancarkan semuanya. Di sepertiga malam ini, semoga itu terjadi
Komentar
Posting Komentar