Harmoni Pelangi


Aku berjalan, dan tanpa aku sadari aku tiba di tempat ini. Sore itu indah. Cahaya matahari tampak mulai meredup. Tapi beberapa pancaran sinarnya masih bisa dipantulkan oleh bangunan di depanku ini. Berdiri di depan sebuah tugu berpilar yang menyangga kubus dengan 8 kubus kecil di setiap pojoknya. Unik, itu yang pertama kali ada dibenakku ketika pertama kali melihat tugu itu. Entah apapun sejarah dan filosofinya, tugu itu dikenal dengan “Tugu Teknik”. Yah, aku memang salah satu dari bagian kecil Universitas Kerakyatan ini dan menjadi penghuni warga teknik terhitung sejak tahun ini.

Sadar akan lamunanku di tengah jalan, aku melanjutkan perjalananku menuju kampus. Berjalan melintasinya membawa sebuah kenangan. Kembali teringat saat-saat pertama kali dipertemukan dengan para “Chibi-Chibi”. Seperti tak mau kalah dengan para ABG yang menggandrungi girl band dan boy band, begitulah kami menamai diri kami bersembilan. Itu bukan sebuah geng seperti yang ada di sinetron-sinetron remaja murahan jaman sekarang. Apa mau dikata lagi, dalam kelas kami, jumlah perempuannya memang hanya sembilan orang dan itu yang membuat kami makin dekat.

Tentang pertemuanku dengan mereka, pemberi warna dalam hidupku seperti pelangi, yang membawa warna baru bagi langit setelah hujan. Yup! Layaknya harmoni dalam warna-warna pelangi. Kami bersembilan memiliki karakter dan warna yang berbeda. Tapi entah mengapa, perbedaan itulah yang justru membuat kami menjadi semakin dekat dan saling menyayangi satu sama lain. Jika satu diantara kami tidak ada, sepertinya ada yang kurang pas.

Ini memang suatu gambaran perjalanan kami. Sebuah perjalanan singkat. Sebuah kebersamaan tak terlupakan. Bagaimana kita belajar bersama dan berbagi. Karena di situlah awal dari pembelajaran kami, tentang bagaimana harus bertoleransi, tentang bagaimana menghargai prioritas orang lain.

Semuanya tiba-tiba terbuyarkan ketika aku menyadari HP ku baru saja bergetar. Satu pesan diterima. Ku buka pesan itu. Isinya:

            “Hai, chibii! Jangan lupa ya, nanti aai…jam biasa di tempat biasa ya!”

Rupanya itu tadi pesan dari Mbak Dwi. Dwi Febriani, dialah pemandu AAI kami. Menurutku orangnya manis, senyumnya hangat, dan lucu tingkahnya. Mbak Dwi, merupakan satu lagi pemanis dalam perjalanan “Chibi-Chibi”. Mbak Dwi seperti kakak kami, teman kami bercerita dan berbagi pengalaman. Terlebih karena Mbak Dwi satu jurusan dan satu prodi dengan kami. AAI pun semakin meriah karena terkadang kami tak hanya membicarakan tentang materi agama, tapi juga diselingi dengan masalah-masalah yang kami hadapi di kampus. Entah itu tentang kuliah atau tentang dosen, dan kegiatan lain.

Diantara kami bersembilan, memang tidak semuanya muslim. Satu diantara kami adalah umat non-muslim. Tapi itulah yang membuat kami makin mengerti pentingnya masalah menghargai, toleransi, tenggang rasa. Terkadang kalau sedang AAI, kami tetap mengajak teman kami itu untuk ikut bergabung. Entah nantinya sekedar ikut sharring atau apalah, yang penting kami tetap sama-sama.

Setengah berlari, aku segera menuju ke “tempat biasa”. Maksudnya adalah tempat biasa kami berkumpul AAI. Sebenarnya juga tidak bisa dibilang biasa, karena tempat yang dimaksud adalah dareah di belakang tempat parkir. Kami biasa duduk di bawah teduhnya pohon di sekitar parkiran itu. Memang agak aneh, melihat biasanya kelompok lain berkumpul di mushola atau di tempat yang “lebih wajar”.

Aku sudah sampai. Begitu pula dengan anggota “Chibi-Chibi” yang lain. Yang kurang adalah Mbak Dwi. Setelah menunggu beberapa menit, Mbak Dwi datang tergopoh-gopoh dan meminta maaf karena keterlambatannya. Kami semua tidak begitu mengambil pusing masalah keterlambatan ini, toh itu bukan perkara besar. Sebagai permohonan maafnya, Mbak Dwi membawakan sekantong snack dan camilan. Wajah kami semua menjadi cerah ceria dan menyambutnya dengan senang hati.

Di sesi terakhir dalam AAI kami selalu ada sesi curhat. Biasanya kami curhat mengenai isu-isu yang sedang hangat. Misalnya tentang kampus, atau tentang kuliah. Di saat itulah kami merasa menjadi semakin dekat. Kami tahu akan masalah yang teman lain alami, saling berbagi solusi dan informasi. Terkadang juga selalu ada selingan canda dan tawa bersama. Beda itu kadang memang harus dibuat sederhana untuk bisa disatukan. Karena ketika menjadi satu, kita bisa lebih kuat. Layaknya pelangi yang tak akan indah bila hanya ada satu warna. Ah, pelangi…semoga tetap selalu berwarna-warni. Seperti kami yang bisa berkumpul bersama di hari ini.

(untuk semua Chibi-Chibi: Aliza, Avy, Evi, Mia, Siti, Suci, Ulfah, Vani + Mbak Dwi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kreatif dengan Koran Bekas

Senyum Minggu Lalu

PART 1 : FIRASAT